Kitabisa belajar dari Ilmu Padi, lewat bait yang telah digoreskan oleh salah satu sahabat pena, -inkpurvel-, bertahun lalu: "Kemuning padi takkan lantang menatap langit. Ia bergemerisik, menitipkan salamnya pada deru semilir angin yang berbisik tentang dusta."
Nah, teman-teman kali ini saya akan membahas tentang filosofi ilmu padi dalam islam. Karena padi juga bermakna pelajaran lho bagi yang mau berangan-angan. Terkadang kita tidak menyadari bahwa banyak hal-hal disekitar kita yang kita anggap sepele bisa menjadi inspirasi bahkan menjadi aspirasi untuk kita berbuat hal-hal yang mendatangkan manfaat, baik untuk diri kita sendiri maupun orang lain. Filosofi Ilmu Padi dan Sifat Tawadhu Seperti kita tahu bahwa padi adalah bahan asal dari makanan pokok masyarakat Indonesia dan sekitarnya. Padi memang telah menjadi sesuatu yang urgent bagi kita semua, dan sudah umum diketahui khalayak jika filosofi padi itu mengartikan agar tawadhu atau rendah hati. Tapi tunggu dulu nih, menurut saya itu hanya sebagian arti dari filosofi padi tersebut. Arti dan Penjelasan tentang Ilmu Padi Bermula dari padi yang mulai ditanam, saat padi hanya berupa dedaunan, lambat laun padi berkembang hingga bercabang. Bercabangnya padi ini bisa disebut padi beranak atau berbuah. Lain dengan manusia dan hewan yang melahirkan. Ketika manusia dan hewan yang melahirkan itu menambah keturunan, mereka hamil duluan, baru melahirkan. Lha dalam masyarakat umum, jika ada gadis hamil duluan mesti jadi wow gitu?? Padahal hal itu benar adanya. Manusia hamil dulu baru melahirkan. Kalau padi melahirkan dulu baru hamil. Diatas kan sudah kita jelaskan kalau padi yang sudah ditanam lama kelamaan akan berbuah atau bercabang dan kemudian buah tersebut berisi yang akhirnya menjadi bahan makanan pokok kita semua, yang dengan melalui banyak proses beralih sebutan menjadi beras. Lanjut filosofi padi dalam masalah arti, padi ketika belum berisi ia berdiri membentang keatas, ini di ibaratkan ketika seseorang tidak memiliki pengetahuan pada umumnya ia akan membusungkan dada atau bisa disebut sombong. Begitu pula ketika sudah berisi sedikit, ia masih membentang keatas, dalam arti orang yang memiliki ilmu yang sedikit juga sama layaknya orang yang belum berisi. Malah lebih berbahaya mereka yang memiliki ilmu yang sedikit dari pada mereka yang tidak berilmu. Mengapa bisa begitu? Iya, jika mereka merasa cukup puas dengan apa yang dimiliki dan menjadikan ilmu yang dimilikinya untuk mendapatkan isi dari dunia ini. Namun, masih banyak mereka yang memiliki ilmu yang sedikit dan tetap rendah hati serta terus belajar untuk memperbaiki diri. Kemudian, ketika sudah berisi lebih banyak, padi tersebut akan lebih menunduk. Begitu pula orang yang memiliki ilmu yang luas ia akan lebih rendah hati dalam bersikap, berkata maupun bertindak. Karena mereka yang berwawasan luas mesti lebih tahu tentang semuanya, dan yang paling penting bagaimana wawasan keilmuan mereka bisa menjadikan penolong ketika dibutuhkan, dan menjadikan keselamatan serta kedamaian hidup. Dalil Tentang Filosofi Ilmu Padi Berikut ini ada 2 dalil atau versi ilmu padi yang saya bisa dijadikan dalil tentang tawadhu 1. Ilmu Padi Versi Arab Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam juga bersabda dalam sebuah hadist tentang tawadhu. Hal ini yang senada dengan filosofi ilmu padi dalam islam ini yang merupakan dalil versi Arabnya . Hadist ini diambil dari kitab Jam’ush Shoghir dengan sanad yang shohih ﻣَﺎ ﻧَﻘَﺼَﺖْ ﺻَﺪَﻗَﺔٌ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﻝٍ ﻭَﻣَﺎ ﺯَاﺩَ اﻟﻠﻪ ﻋَﺒْﺪاً ﺑِﻌَﻔْﻮٍ ﺇِﻻَّ ﻋِﺰّاً ﻭَمَا تواضع ﺃَﺣَﺪٌ ﻟﻠﻪ ﺇِﻻَّ ﺭَﻓَﻌَﻪُ اﻟﻠﻪ ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ. ﺻﺤﻴﺢ Artinya “Tidak akan berkurang harta yang disedekahkan, Allah tidak akan menambah kepada orang yang pemaaf kecuali kemuliaan dan tidak ada orang yang mau rendah hati kecuali Allah akan mengangkat derajatnya.” 2. Ilmu Padi Versi Jawa Ada juga kaidah Jawa versi Arab tentang ilmu padi dalam islam berupa ” Kun Pariyan wa la takun Pakisan”, yang artinya “Jadilah seperti paripadi dan janganlah menjadi seperti pakis.” Nah, teman-teman seperti yang telah kita bahas di atas, makna kata padi tak lain adalah agar kita selalu rendah hati, karena orang yang rendah hati itu selalu terkesan menunduk makanya di ibaratkan seperti padi yang telah berisi. Dan jangan menjadi seperti tanaman pakis, karena pertumbuhan tanaman pakis ini sangat berlawanan dengan padi, tanaman pakis selalu tegak, mendongak keatas. Dan ini menggambarkan orang yang membusungkan dada alias orang yang sombong. Dan sombong itu bukan hanya sekedar mereka yang memiliki segalanya, namun orang sombong itu adalah orang yang tidak bisa menerima kebaikan dan kebenaran, itu juga disebut orang yang sombong. Karena banyak orang menyadari kita tidak memiliki segalanya, namun banyak orang tidak menyadari kesalahannya serta tidak dapat menerima kebenaran dari orang lain. Padahal dalam sebuah kaidah disebutkan أُنْظُرْ اِلَى مَا قَالَ وَلاَ تَنْظُرْ اِلَى مَنْ قَالَ Yang artinya “Lihatlah apa yang dikatakan dan janganlah melihat siapa yang berkata!”. Dengan dalil tersebut menunjukkan kepada kita bahwa perkataan apapun yang bermanfaat baik dari orang yang lebih rendah maupun lebih kecil harusnya kita terima tanpa peduli siapa yang berkata? Filosofi ilmu padi dalam islam ini adalah filosofi yang bisa kita renungkan untuk diambil manfaatnya, terkadang memang filosofi- filosofi seperti ini amat sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Semoga pembahasan tentang filosofi ilmu padi dalam islam ini bisa bermanfaat serta bisa diambil sisi positifnya. Tazkiyah Alfi Nur Rosyidah Redaksi di dan Co Founder di Majelis Ta'lim dan Sholawat Kanzul Mubtadi-ien International. BudidayaPadi di Tanah Salin. Rp. Buku Ajar: Ilmu Pendidikan Islam. "Ilmu Pendidikan Islam", ini merupakan karya dosen-dosen yang telah mendedikasikan dirinya sebagai tenaga pendidik pada bidang keahlian Ilmu Pendidikan Islam. Untuk itu sangat tepat kiranya buku ini menjadi pegangan mahasiswa pada mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam. Rp. BAGAI ILMU PADI Manfaat ilmu bagaikan rembulan yang menyinari di kala malam yang sepi Tahukah anda bila rembulan itu adalah seindah perhiasan bagi bumi? Maka perhiasan terindah seorang penuntut ilmu adalah ilmu yang terpuji Bila anda seorang pria maka jadikanlah hiasan ilmu sebagai pusaka terindah dalam hidup anda. Bila anda seorang wanita maka jadikanlah butiran-butiran perhiasan ilmu itu sebagai akhlak mulia. Tiada keraguan dan kegamangan bahwa orang yang berilmu memiliki banyak tsaqofah wawasan dan apabila ia bertambah ilmu, maka ia bertambah tawadhu rendah hati, sebagaimana ilmu padi makin merunduk makin berisi makin merunduk. Orang yang berilmu dan memiliki iman lebih tinggi derajatnya dari orang yang hanya diberi iman saja. Ia dianugerahi ilmu yang terpuji, sebagai perhiasan utama dalam hidup. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata “Tiada keraguan bahwasanya orang yang diberi ilmu dan iman itu lebih tinggi daripada orang yang diberi iman saja, sebagaimana ditunjukkan oleh Al-Quran dan Sunnah. Dan ilmu yang terpuji yang ditunjukkan oleh Al-Quran dan Sunnah adalah ilmu yang diwariskan oleh para Nabi. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ؛ إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِرْهَمًا وَلَا دِيْنَارًا، وَإِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ . “Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya para Nabi itu tidak mewariskan dirham ataupun dinar, akan tetapi mereka itu hanyalah mewariskan ilmu. Maka barangsiapa mengambilnya, dia telah mengambil bagian yang banyak.” HR. Abu Dawud no. 3641 dan At–Tirmidzi no. 2682, status hadits hasan lighairih. Tahukah anda bahwa ilmu yang membuat pemiliknya laksana ilmu padi itu ada tiga macam Jenis pertama Ilmu tentang Allah, nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya serta segala hal yang terkait itu. Oleh karenanya, Allah menurunkan surat Al Ikhlas, Ayat Kursi, dan semisalnya untuk menjelaskan ilmu ini. Jenis kedua ilmu tentang apa yang Allah kabarkan, berupa perkara yang telah lewat, perkara yang akan terjadi di masa mendatang, dan perkara yang terjadi saat ini. Oleh karenanya, Allah menurunkan ayat-ayat kisah, janji, ancaman, sifat Jannah dan Neraka, serta semisalnya. Jenis ketiga ilmu tentang apa yang Allah perintahkan, tentang perkara-perkara yang terkait dengan hati dan anggota badan, tentang iman kepada Allah, pengetahuan tentang hati dan keadaannya, ucapan dan amalan anggota badan. Ilmu tercakup di dalamnya ilmu tentang dasar-dasar iman dan kaidah-kaidah Islam. Termasuk juga di dalamnya ilmu tentang ucapan-ucapan dan perbuatan lahiriyyah semisal apa yang ditemukan dalam kitab-kitab ahli fiqh, ilmu tentang hukum-hukum perbuatan lahiriyyah, dan sebagainya. Majmu’ Al-Fatawa, hal. 396-397 Seseorang yang diberikan tambahan ilmu dan keimanan yang kuat tetap akan tegar dan tak mampu diterjang oleh ombak lautan ganas. Badai yang terus berhembus hanyalah cobaan yang siap ia lalui. Maka begitulah orang yang perhiasannya berupa ilmu yang terpuji, orang tersebut terus tawadhu akan kebesaran Rabbnya, sebagaimana ilmu padi. Maka benarlah sang pujangga, Bagai ilmu padi, ilmu yang bermanfaat yang dicari semata-mata mengharap wajah Allah Ta’ala akan membuat pemiliknya semakin tawadhu di hadapan orang lain, tidak merasa lebih hebat dibandingkan orang lain. Sebagaimana Ibnu Rajab pernah mengatakan, “Di antara tanda orang yang memiliki ilmu yang bermanfaat adalah ia tidak memandang dirinya memiliki status atau kedudukan khusus. Hatinya membenci rekomendasi dan sanjungan orang. Ia juga tidak takabbur sombong di hadapan orang lain” Fadhlu Ilmis Salaf alal Khalaf, hal. 31 Menuntut ilmu adalah sebuah ibadah yang sangat mulia. Ilmu adalah kunci pembuka untuk amalan-amalan lainnya. Karena dengan ilmu, seorang hamba bisa mengetahui bagaimana seharusnya dia beribadah kepada Rabb-nya, mengetahui apa saja kewajiban yang harus ia jalankan, serta mengetahui apa saja larangan yang harus ia jauhi. Semoga Allah memberi taufiq kepada kita semua. Allahu a’lam. Ditulis Oleh Ustadz Saryanto Abu Ruwaifi’ حفظه الله Kontributor Beliau adalah Alumni STAI Ali Bin Abi Thalib Surabaya, Mahasiswa S2 Magister Hukum Islam – Kelas Internasional Universitas Muhammadiyah Surakarta, Selain itu beliau juga aktif dalam Kegiatan Dakwah & Sosial di Yayasan Tebar Da’i Mukim di Bandungan, Kab. Semarang, Jawa Tengah Read Next November 18, 2022 Ketika “Pintamu” Tak Kunjung Dikabulkan November 16, 2022 Wanita Ketika Islam Datang November 11, 2022 Inilah Hukum Menghina Allah, Al-Qur’an Dan Rasul-Nya November 11, 2022 Ketika “Pintamu” Tak Kunjung Dikabulkan 2 November 9, 2022 Memilih Guru Yang Shalih Untuk Si Buah Hati December 17, 2021 Karena Islam Melarangku Ikut Merayakan Hari Natal! December 14, 2021 4 Hal Yang Menodai Dakwah October 26, 2021 Apa Alasan Rasulullah Puasa Senin Kamis? November 6, 2020 Tidak Ada Kata Terlambat Dalam Belajar November 3, 2020 Al Quran Bisa Menjadi Sebab Pahala atau Dosa, Kok Bisa? bChXu.